![]() ![]() Imbas teknologi elektronika sebagai fitur globalisasi nyaris tak apresiatif dan akomodatif lagi dengan sastra tutur masyarakat Bugis-Makassar. Anak kecil yang hidup di dusun terpencil di Malino atau Mangkutana pun sudah akrab sekali dengan lakon Saras 008. ![]() Loncatan budaya masyarakat Bugis Makassar dari tradisi lisan ke elektronika memang amat spektakuler dan mengejutkan. Ironis kan? Tapi kenapa – kodong– nenek legendaris itu mesti dilupakan dalam tradisi tutur pinutur kita? Reptil yang dikisahkan selalu mengamini kebenaran, menyahuti aksi kemungkaran bernada ejekan saat bunyi tokek-tokek tepat pada hitungan ganjil. Kecuali pada sebangsa tokek yang bernama Pakkeq Canggoling-goling dan Pakkeq Pakkociq-kociq. Mitosnya, Nenek Pakande itu tidak takut pada siapa pun. Tokoh hitam yang takut mati karena senjata sinar ampuh Saras. Rekaan profil dan karakternya lebih sakti dan hebat dari Mr Black. Atau mungkin kalah bersaing dengan Nenek Lampir.īocah-bocah Bugis Makassar era TV swasta, tidak kenal lagi siapa itu Nenek Pakande. ![]() Ia tak berdaya menghadapi Saras 008 dan Panji Manusia Milenium. Kini, ia sedang sekarat, berjuang sendiri menghadapi sakratul maut. Hidupnya sejahtera dalam tradisi lisan neneq dan latoq kita. Dua puluh tahun lalu, ia masih suka memangsa manusia, terutama anak yang hidup di pedalaman Bugis. ![]()
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |